Rabu, 27 Maret 2013

Tekanan, Pressure, dan Stress

Well, dilihat dari judul postingan kali ini, pasti kalian udah bisa menyimpulkan sendiri kan apa yang mau gue share? Of course, it's all about 'tekanan'. Tekanan seperti apa yang mau gue jabarkan kali ini? Mari kita mulai tulisan ini dengan basmalah dan berharap agar tulisan ini juga bisa memberikan pelajaran bagi sesiapa saja yang membacanya.

Beberapa bulan belakangan ini, dimulai dari penghujung tahun 2012, atau lebih tepatnya mulai dari akhir bulan November (bulan penuh berkah berupa air hujan, yang juga merupakan bulan kelahiran si pawangnya bakablog ini), gue udah mulai nyicil untuk ngerjain sesuatu yang kerap menjadi momok menakutkan bagi mahasiswa yang belum menjalaninya. Sesuatu yang menyeramkan itu biasa kita sebut sebagai Skripsi, atau Tugas Akhir. Kenapa menyeramkan?

Well, bukan rahasia umum lagi kalau skripsi itu kerap menjadi keluhan utama mahasiswa yang ingin segera mengganti status pekerjaan di KTPnya. Skripsi juga kerap menjadi 'cerita horor' yang menyebar secara turun temurun hampir di semua instansi perguruan tinggi. Seseram itu kah skripsi? Semenakutkan itu kah Tugas Akhir? Tentu masing-masing dari kita akan mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menjawab pertanyaan ini. Karna selayaknya kisah percintaan dan kisah-kisah hidup lainnya, kisah pengerjaan skripsi bagi tiap-tiap umat juga beragam, suka-duka serta pahit-manis yang tersedia di dalam kisah ini berbeda-beda takarannya. Tapi percayalah, takaran yang kita dapatkan itu adalah takaran yang terbaik yang Tuhan tentukan bagi kita, agar kita mendapatkan RASA yang kita inginkan suatu saat kelak.

Cerita ini gue mulai dari akhir semester ganjil 2012-13. Dimana pada akhir semester yang melelahkan itu, gue memutuskan untuk tidak mengambil mata kuliah lagi di semester berikutnya. Selain karna jenuh mengulang kuliah yang sama untuk yang kesekian kali, juga karna gue berniat ingin fokus dalam pengerjaan skripsi itu sahaja. Pilihan yang beresiko, memang. Karna ipk yang sejauh ini gue dapatkan masih belum mencapai target kebanyakan mahasiswa pada umumnya. Well, gue berani mengambil keputusan itu dan siap akan resiko yang akan menghadang. Resiko terburuk apabila rencana ini gagal pun sudah terbayang di otak gue ketika itu, tapi bukankah pria itu harus berani menentukan pilihan dan menerjang resiko? Ya, seperti itulah pria seharusnya bertindak.

Beberapa bulan yang lalu, gue juga membuat postingan tentang kisah percintaan gue di blog ini. Kisah percintaan yang akhirnya kandas dan tidak berlangsung lebih lama dari siklus hidup jagung itu sedikit banyak turut mengambil peran dalam pemilihan judul tulisan gue kali ini. Menyesal? Tidak. Penyesalan hanya akan menguras otak dan menambah sayatan-sayatan halus di hati. Tiada guna. Yang seharusnya dilakukan adalah mengambil hikmah dari semua kejadian itu, dan menjadikannya pelajaran bagi pribadi, agar tetap stabil dalam melanjutkan langkah untuk mencapai tujuan dalam meraih cita.

Lalu apa hubungannya cerita tentang tugas akhir dan kisah romansa di atas? Kedua hal itu, ditambah beberapa hal kecil namun penting lainnya, adalah bumbu-bumbu utama dalam racikan 'tekanan' yang sedang gue hadapi saat ini. Meski secara teori sudah banyak tips n trik yang beredar dari para pakar berpengalaman tentang bagaimana harusnya kita bertindak pada saat-saat seperti ini, dan dari sisi pribadi pun gue juga sudah cukup paham akan apa yang sebaiknya gue lakukan, tapi di satu sisi diri ini sebagai manusia yang baru beranjak dewasa, ada kalanya gue juga berhasrat untuk menyampaikan sedikit keluhan ke beberapa orang terdekat. Menyampaikan keluh kesah, adalah ciri utama bahwa gue hanyalah manusia biasa. Akan tetapi mengeluh berkepanjangan juga bukanlah merupakan hal yang dapat dibenarkan. Karna tiap-tiap dari kita, punya ujiannya masing-masing. Oleh karna itulah, pada saat ini pun gue juga bersyukur karna telah mengalami segala kisah ini, yang semoga bisa dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan dalam hidup di kemudian hari.

intermezzo: inilah suasana kamar gue pas lagi skripsian

Pernahkah kalian merasakan tekanan yang tergolong di atas biasa-biasa saja? Atau pernahkah kalian mendapatkan tumpukan masalah dalam selang waktu yang berdekatan? Tentu ingin sekali kita berteriak dan melepaskan diri sejenak dari semua tekanan itu. Bukan, bukan lari dari masalah yang akan menjadi pilihan terbaik bagi kita. Tapi kita hadapi semua itu meski harus melewati rintangan yang tak mudah. Pikiran utama yang melintas pertama kali dari hampir semua insan ketika ditimpa masalah adalah, "ingin mengulang waktu kembali ke beberapa saat yang lalu". Gue ga bo'ong, itulah pikiran utama yang pertama terbersit di otak kita, ketika kita menemui masalah yang terjadi karna PILIHAN yang kita buat di masa lampau. Salahkah pemikiran "andai waktu bisa diputar kembali" itu? Tentu saja salah! Tak seharusnya manusia berusaha memutar kembali waktu. Itu hanya menghambat pendewasaan diri kita saja. Use your time wisely.

Inilah yang tengah gue alami saat ini. Mendapati kenyataan kisah cinta gue yang harus berakhir di saat gue tengah memperjuangkan waktu untuk mengejar deadline seminar hasil untuk satu periode wisuda, serta ditambah tugas akhir gue yang akhirnya belum selesai juga sampai deadline itu menyapa, daan ditambah 'bumbu-bumbu penyedap' berupa 'teguran sayang' dari dosen pembimbing serta 'pertanyaan klasik' dari orang di rumah. Komplikasi semua persoalan itu, tentu saja menyita perhatian dan pikiran gue yang telah memutuskan untuk tidak lagi mengambil mata kuliah demi fokus menyelesaikan TA. Dan pada akhirnya, pilihan yang gue buat di awal semester ini pun terasa seperti sebuah blunder besar. Menyesalkah gue? Tidak. Ini adalah resiko. Ya, inilah resiko yang telah gue pikirkan sejak awal. Dan bukankah tadi telah gue tulis bahwa pria itu harus berani mengambil resiko?

Gue percaya, segala kesalahan dalam pengambilan keputusan yang telah gue lakukan di masa lalu itu tak perlu disesali berlarut-larut. Sedikit sesal pasti ada, tapi alangkah bijaknya jika kita tetap terus menatap ke depan dan terus melanjutkan perjalanan ini meski kini harus berjalan dengan sedikit tertatih dan menahan perih.

Last but not least, ucapan terima kasih special gue haturkan untuk pihak-pihak yang namanya gue sebutkan di paragraf ini, bentar lagi, karna telah mengingatkan gue untuk tetap semangat dan optimis dalam menjalani hari-hari kedapan. Yang pertama jelas nyokap, nyokap, nyokap, dan bokap gue. Lalu anak-anak kos beserta geng Insinyur Ceria yang selama ini jadi keluarga gue di Padang. Juga Kak Rima @CiiMuty dan tak lupa si Ayam, @MyEndz, yang udah sangat-sangat membantu menghibur di kala tekanan itu datang menyerang secara bersamaan. Ini ada kalimat yang paling pas buat mengapresiasi apa yang udah kalian berikan ke gue dalam beberapa bulan belakangan ini:


Grazie temans. :)

4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. ya ampun, itu jari gue kenapa bantet banget? -_____-"

    Lo edit dulu kek, terangin ato apain gitu fotonya
    uda bantet, item, buluk banget lagi kuteksnya
    kan itu berarti lo nipu orang-orang bon
    Orang-orang jadi gatau kalo si pemilik jari itu adalah wanita cantik jelita, lucu, imut-imut, dan menggemaskan cem gue nih :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. justru itulah, gue gabisa membohongi publik. gue harus menampilkan fakta yang ada, apa adanya. tanpa dilebih-lebihin maupun dikurangin. bhahahak :))
      heh, komennya yang sesuai tema maupun judul tulisan ini doong! ini malah bahas ceker -,-"

      Hapus
    2. udah untung gue comment juga -____-"

      Hapus

kalo ada yang mau ngasih komentar, bisa ngomen disinii